finding (gy)u — unspoken words
Junhui mendengar suara pintu di belakangnya dikunci dan teriakan Jeonghan dari baliknya.
“Kalau kalian udah jadian baru boleh keluar, ya!”
Instruksi itu disusul oleh komplain Soonyoung dan upayanya untuk merebut kunci kamar dari Jeonghan.
Junhui butuh waktu untuk menelaah apa yang baru saja terjadi.
Barusan, setelah barbecue di halaman depan dan potong kue ulang tahun dari Seungkwan, mereka pindah ke ruang tengah. Mereka main Mafia Game (Seokmin sama Hansol jadi mafia dan langsung ketangkep dalam dua giliran karena mereka nggak bisa bohong. Selanjutnya Jeonghan, Soonyoung, dan Minghao jadi mafia. Ketiganya menang telak).
Setelah itu, ada yang mengusuli untuk main Truth or Dare. Jeonghan, kalau nggak salah.
Iya, kayaknya dari situ awalnya.
Junhui bergidik waktu mulut botol yang tadi diputar Seungkwan berhenti di depannya.
“Wah,” ujar Jeonghan ceria. “Nini. Truth or dare?” Matanya berbinar, dan Junhui tahu dari 20 tahun pengalamannya berteman dengan Jeonghan kalau sahabatnya itu sedang merencanakan sesuatu.
“Dare aja,” karena Junhui nggak tahu apa yang bakal ditanya oleh mereka dalam situasi ini. Lebih baik melakukan dare yang memalukan daripada disuruh menjawab pertanyaan macam-macam.
Melihat senyuman Jeonghan, Junhui sadar kalau pilihannya barusan benar-benar salah.
“Nini, aku tantang kamu untuk dikunciin di ruangan gelap selama lima belas menit. Bareng Jojo.”
Lalu di sinilah mereka sekarang. Junhui dan Joshua, di salah satu kamar villa yang paling kecil, dengan satu-satunya sumber cahaya menyusup masuk dari jendela.
Keributan di ruang tengah meredup. Entah mereka lanjut bermain atau malah bubar, Junhui nggak terlalu memusingkan. Dia hanya khawatir Soonyoung dan Jihoon akan mulai bertengkar sama Jeonghan karena ini.
“Jun duduk sini, yuk,” panggil Joshua lembut sambil menepuk kasur tempatnya duduk. “Nggak usah dipikirin omongan Jeonghan. Kita ngobrol-ngobrol aja sambil nunggu waktunya habis.”
Walaupun gelap, Junhui tetap bisa melihat senyum Joshua dan tatapan matanya yang lembut— ekspresi wajah Joshua yang paling Junhui sukai.
Tapi Junhui nggak tergerak untuk duduk di sebelah Joshua.
“Nggak,” Junhui menelan ludahnya, “Aku berdiri aja.”
Jawaban Junhui membuat Joshua berdiri dari tempat duduknya dan perlahan mendekati cowok itu.
“Jun, ada apa?”
Junhui ingin menjawab, ‘Nggak ada apa-apa’ lalu kembali mengobrol dengan Joshua seperti biasa. Tapi ucapan Minghao terngiang-ngiang di kepalanya.
“Ngomong aja,” kata Minghao di teras malam itu; ketika Junhui akhirnya menceritakan kekhawatirannya ke sang roommate. “Kalau nggak ngomong, bukannya lu yang bakal sakit hati? Lu mau pura-pura sampai kapan? Jujur aja.”
“Kalian, tuh, cuma nyakitin satu sama lain,” lanjut Minghao lagi. “Tapi lebih parah karena lu diem aja.”
Junhui juga sadar kalau dua hari ini, Jihoon dan Soonyoung nggak pernah membiarkan Junhui sendirian bareng Joshua, Jeonghan, dan Seungcheol.
Mungkin benar kata Minghao: Junhui cuma menyakiti dirinya sendiri. Padahal teman-temannya justru berusaha untuk melindungi Junhui.
Satu setengah tahun waktu yang terlalu lama untuk membohongi diri sendiri, untuk berpura-pura, untuk membuat orang lain khawatir.
Kali ini, Junhui harus benar-benar menghadapinya sendiri. Nggak ada lagi pura-pura.
“Shua, aku mau jujur tentang sesuatu,” ucap Junhui yang akhirnya menatap mata Joshua. “Jangan marah, ya?”
“Nggak, aku nggak bakal marah kok, Jun. Ada apa?” Tanya Joshua sambil meraih kedua tangan Junhui. Junhui membalas dengan mengenggam erat tangan Joshua.
“Aku suka sama Shua,” jawab Junhui gemetar, kata-kata selanjutnya hampir menyangkut di tenggorokan.
“Tapi aku juga tahu kalau Shua sebenarnya suka sama Hannie.”
• • •
Jeonghan lahir waktu Junhui baru berusia 4 bulan. Sejak itu, Junhui nggak pernah berpisah sama Jeonghan. Bisa dibilang, seumur hidupnya, Jeonghan cuma pernah nggak ada di sisi Junhui selama 4 bulan itu.
Junhui dan Jeonghan. Jeonghan dan Junhui. Dari dulu sampai sekarang, selalu hanya ada mereka berdua untuk satu sama lain.
Mereka selalu berbagi semuanya. Apa pun yang Junhui beli untuk dirinya sendiri, dia akan beli satu lagi untuk Jeonghan. Saat orang tua Junhui cerai, Jeonghan yang nemenin Junhui sampai dia berhenti menangis. Junhui juga orang pertama yang tahu kalau Jeonghan suka sama cowok, dan Jeonghan yang pertama tahu juga waktu Junhui mengakui hal yang sama.
Apa pun yang Jeonghan suka, Junhui juga suka. Apa pun yang Junhui mau, Jeonghan akan kasih. Nggak ada rahasia di antara mereka dan nggak ada satu pun yang bisa memutuskan ikatan keduanya.
Junhui berharap selamanya akan seperti itu.
• • •
Juni 2019
Junhui dan Jeonghan pertama kali bertemu Joshua di Boo’s Boarding House nggak berapa lama setelah keduanya jadi penghuni di sana. Maminya Seungkwan bilang, Joshua bakal menetap di kamar kosong sebelah kamar mereka.
Ketiganya cepat akrab. Anak-anak rantau yang jauh dari kota asal dan hanya punya satu sama lain untuk diandalkan.
Sejak itu, Junhui dan Jeonghan berubah menjadi Junhui, Jeonghan, dan Joshua. Junhui sama sekali nggak masalah dengan itu. Dia suka berteman dengan Joshua yang kalem; menyeimbangkan keceriaan Junhui dan keisengan Jeonghan.
Tapi perlahan, Junhui merasa tertinggal.
Awalnya bukan apa-apa. Di antara mereka, ada bahasan kuliah yang Junhui nggak paham, ngomongin teman sekelas mereka yang nggak Junhui kenal, dan inside jokes yang Junhui nggak tahu kapan terbentuknya.
Kemudian ada sesi belajar di perpustakaan tanpa Junhui, atau waktu makan siang di kantin saat Junhui masih sibuk ngurus peminjaman studio bareng Soonyoung dan Jihoon.
Tapi kalau dipikir lagi, wajar kan kalau begitu? Karena di kampus pun, Junhui punya Soonyoung dan Jihoon. Jeonghan dan Joshua begitu karena mereka sekelas.
Jadi, nggak apa-apa. Lagipula di rumah ataupun weekend, mereka masih Junhui, Jeonghan, dan Joshua yang selalu bareng.
Setiap malam sebelum tidur pun, masih ada curhatan dan cerita yang dibagi antara Junhui dan Jeonghan. Semua masih sama. Semua baik-baik saja.
Baik-baik saja, sampai Junhui menyadari kalau Joshua berbeda dengan Jeonghan.
Joshua satu-satunya orang yang paling dekat dengan Junhui selain Jeonghan, tapi mereka berbeda.
Beda, karena setiap Joshua melakukan sesuatu, perut Junhui rasanya seperti tergelitik dan jantungnya berdebar.
Joshua yang selalu mengelus rambut Junhui. Joshua yang selalu tertawa mendengar celotehan Junhui tentang apa pun. Joshua yang selalu memuji apa pun masakan dan karya Junhui.
Kalau Jeonghan melakukan hal yang sama, Junhui nggak merasa begitu.
Memasuki enam bulan mereka tinggal di Boo’s Boarding House, Junhui sadar kalau dia menyukai Joshua. Dan memasuki enam bulan itu juga, Junhui sadar kalau Joshua menyukai Jeonghan.
Mata Junhui selalu mengikuti Joshua tapi pandangan mereka nggak pernah bertemu, karena Joshua hanya memerhatikan Jeonghan.
It’s subtle, tapi Junhui tahu dan nggak pernah bilang apa-apa. Junhui juga nggak masalah kalau dia nggak sama Joshua, karena yang paling penting adalah pertemanannya dengan Joshua dan Jeonghan. Kalau nanti Jeonghan dan Joshua pacaran, Junhui juga akan turut bahagia.
Jadi nggak apa-apa.
• • •
Januari 2020
“Kalian inget Choi Seungcheol, nggak? Anak Manajemen yang pernah gue ceritain. Dia ngajak gue jalan!”
Reaksi pertama Junhui adalah melihat ke arah Joshua. Ekspresi cowok di sebelahnya itu nggak berubah dan tetap tersenyum, tapi matanya melihat ke mana pun selain Jeonghan. Hati Junhui rasanya seperti ditusuk dengan ribuan jarum.
“Terus, terus? Lu udah ngeiyain?” tanya Joshua dengan antusiasme yang nggak tulus.
“Iya lah, gue udah suka sama dia lama banget. Kan lu tau sendiri,” ucap Jeonghan sambil tersenyum cerah.
Aneh. Jeonghan segitu bahagianya, tapi Junhui malah nggak tahu harus berkata apa.
“Masa gue melulu yang cerita, sih? Kalian cerita juga, dong. Gue bingung, deh, kalian nggak pernah ada yang ngomong lagi deket sama siapa,” tukas Jeonghan. “Jojo, ada nggak?”
“Ada,” jawab Joshua, akhirnya menatap langsung ke Jeonghan, “Tapi gue nggak mau kasih tau lu.”
“Ih, pelit banget. Ya udah, gue juga nggak mau tau kali,” Jeonghan kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah Junhui. “Niniii~ Kalau Nini gimana? Lagi suka sama siapa?”
Junhui melihat ke arah Joshua yang sekarang sedang tertunduk, lalu kembali menoleh ke Jeonghan.
“Aku... Nggak ada.”
Hari itu adalah pertama kalinya Wen Junhui berbohong kepada Yoon Jeonghan, tapi satu-satunya hal yang Junhui pikirkan hanya Joshua, Joshua, Joshua.
• • •
April 2020
Di hari yang sama Jeonghan mengumumkan kalau dia resmi pacaran dengan Seungcheol, Joshua berubah.
Seluruh waktu dan perhatian Joshua yang selalu dia berikan ke Jeonghan, kini ditumpahkan ke Junhui. Entah itu di rumah atau di kampus, entah itu hanya sekadar makan siang bareng atau pergi ke mana pun bareng waktu weekend; Junhui menghabiskan semuanya dengan Joshua.
Junhui senang. Bahagia malah. Setiap hari, ada saja hal yang dilakukan Joshua yang bikin Junhui berdebar. Setiap waktu yang mereka habiskan bareng, Junhui bahagia bukan main.
Junhui tetap senang saat Joshua pulang dan membelikan Junhui “es krim pelangi favorit”-nya, walaupun es krim pelangi sebenarnya adalah favorit Jeonghan. Junhui lebih suka es krim mochi, tapi Joshua nggak perlu tahu itu.
Lalu, waktu para penghuni Boo’s Boarding House membahas perubahan perilaku Joshua ke Junhui dan mengimplikasikan kalau keduanya “ada sesuatu”, Joshua hanya tertawa tanpa menyangkal. Di tengah ramainya “cieee” dan siulan dari anak-anak rumah, Junhui menyadari tatapan Joshua yang kembali menetap pada gerak-gerik Jeonghan. Junhui nggak berkomentar apa-apa.
Tapi sekali itu, waktu Junhui melihat ekspresi wajah Joshua yang sedang berjalan di belakang Jeonghan dan Seungcheol di kampus, hatinya kembali terasa ditusuk puluhan ribu jarum.
Joshua masih menyukai Jeonghan.
Junhui hanya sebuah pengalihan.
Di hari Junhui menyadari hal itu, Soonyoung dan Jihoon menghabiskan semalaman memeluk Junhui yang nggak bisa berhenti menangis di apartemen Jihoon.
Junhui nggak bisa berhenti menangis, tapi Junhui juga nggak mau berhenti mendapatkan perhatian penuh Joshua. Karena akhirnya Junhui bisa menjadi orang yang paling disayang oleh Joshua, walaupun hanya untuk menutupi perasaannya ke Jeonghan.
Makanya, untuk kali ini saja, Junhui memutuskan untuk egois dan berpura-pura sedikit lebih lama lagi.
• • •
September 2020
Jeonghan pindah dari Boo’s Boarding House untuk tinggal bareng Seungcheol.
Junhui nggak apa-apa, karena dia tahu banget sesayang apa Jeonghan sama Seungcheol. Kalau Jeonghan bahagia, Junhui ikut bahagia juga.
Jeonghan nggak perlu tahu apa yang Junhui rasakan. Jeonghan nggak perlu ngerasain sedih hanya karena Junhui.
Junhui, Joshua, Seungkwan, dan Hansol mengantar Jeonghan sampai ke depan pagar pintu boarding house. Di depan sudah ada mobil Seungcheol yang menunggu.
Pelukan dan janji untuk sering main bareng ditukarkan, lalu Jeonghan pun pergi.
Junhui terdiam menatap mobil hitam yang melaju pergi. Di sebelahnya, Joshua bergeming.
Pada akhirnya, nggak ada lagi Junhui, Jeonghan, dan Joshua.
Nggak akan pernah ada Junhui dan Joshua.
Yang ada hanya Junhui.
• • •
Juni 2021
“Maaf ya, Shua. Aku nggak apa-apa Shua bikin semua orang mikir Shua suka sama aku, karena aku suka sama Shua. Maaf aku pura-pura nggak tahu dan malah manfaatin Shua, karena kupikir itu satu-satunya cara supaya Shua bisa merhatiin aku,” ucap Junhui sambil tersenyum. Air matanya hampir menetes.
Junhui dikejutkan dengan Joshua yang menariknya ke dalam pelukan. Junhui memeluknya kembali dan merasakan Joshua yang sedikit gemetar.
“Aku yang minta maaf. Aku yang udah manfaatin Jun dan nggak sadar sama perasaanmu. Maaf aku udah nyakitin Jun selama ini,” ucap Joshua disusul dengan belasan kata maaf lainnya. Junhui menghela nafas dan mengelus rambut Joshua.
“Nggak apa-apa Shua, aku udah kebal kok,” balas Junhui sambil tertawa, tapi bercandaannya justru membuat Joshua semakin meminta maaf.
“Shua, aku punya permohonan. Mau denger, nggak?” Joshua mengangguk pelan.
“Setelah kita keluar dari ruangan ini, aku akan berusaha ngelupain perasaanku buat Shua. Aku mau Shua juga bisa berhenti pura-pura. Aku jujur waktu aku bilang aku mau Shua bisa cepet move on, karena aku nggak tega lihat Shua sakit terus,” ujar Junhui. “Aku mau kita bisa sama-sama move on. Lalu kalau nanti kita akhirnya bisa ketemu sama orang baru yang kita sayang, aku harap kita nggak perlu lagi sembunyi-sembunyi. Aku nggak mau kita terus-terusan sakit.”
“Okay,” balas Joshua lirih, “Okay. We’ll do that.”
“Janji untuk bahagia ya, Shua.”
“Iya, aku janji.”
“Ngomong-ngomong, kayaknya kita udah lebih dari lima belas menit—“
Kata-kata Junhui terpotong oleh suara gebrakan keras dari arah pintu dan seketika, kamar yang gelap menjadi lebih terang. Junhui dan Joshua melepaskan pelukan mereka dan menoleh ke arah pintu kamar yang hampir rusak, disusul teriakan histeris Seungkwan.
“Sori,” jawab Jihoon yang menginjakkan kaki masuk ke kamar, di tangannya ada kursi ruang makan yang dia pakai untuk mendobrak pintu. “Soalnya udah tiga puluh menit tapi Jeonghan nggak mau buka pintu. Nanti kerusakannya gue ganti.” Si pelaku—Jeonghan— malah merespon dengan tawanya yang terbahak-bahak.
Soonyoung menyusul Jihoon masuk ke dalam ruangan dan langsung lari memeluk Junhui, sembari memelototi Joshua dari sudut matanya.
“Jun, nggak apa-apa?”
“Nggak apa-apa kok, Soonie.”
“Kalian beneran jadian?”
“Nggak ada yang jadian, Hoon.”
“Joshua nolak lu? Bangs—“
“Nini~ Ciuman nggak tadi?”
“Han, udah jangan dipanas-panasin lagi—“
“Anjir. Anjirrrr. Gue mesti bilang apa ke Mami—“
“Ini udahan main gamenya?”
“Pintu gue rusak, Hansol! Jangan game doang yang lu pikirin!”
“Aku mau pulang...”
Melihat teman-temannya memasuki kamar satu persatu dan mulai ribut sendiri, Junhui menoleh ke arah Joshua. Untuk pertama kalinya, mata mereka langsung bertemu.
Keduanya bertukar senyuman paling tulus yang pernah mereka berikan.
Janji untuk bahagia, ya.